Sabtu, 15 Mei 2010

Tujuan Penelitian Studi Kasus

Seperti halnya pada tujuan penelitian lainnya pada umumnya, pada dasarnya peneliti yang menggunakan metoda penelitian studi kasus bertujuan untuk memahami obyek yang ditelitinya. Meskipun demikian, berbeda dengan penelitian yang lain, penelitian studi kasus bertujuan secara khusus menjelaskan dan memahami obyek yang ditelitinya secara khusus sebagai suatu ‘kasus’. Berkaitan dengan hal tersebut, Yin (2003a, 2009) menyatakan bahwa tujuan penggunaan penelitian studi kasus adalah tidak sekedar untuk menjelaskan seperti apa obyek yang diteliti, tetapi untuk menjelaskan bagaimana keberadaan dan mengapa kasus tersebut dapat terjadi. Dengan kata lain, penelitian studi kasus bukan sekedar menjawab pertanyaan penelitian tentang ‘apa’ (what) obyek yang diteliti, tetapi lebih menyeluruh dan komprehensif lagi adalah tentang ‘bagaimana’ (how) dan ‘mengapa’ (why) obtek tersebut terjadi dan terbentuk sebagai dan dapat dipandang sebagai suatu kasus. Sementara itu, strategi atau metoda penelitian lain cenderung menjawab pertanyaan siapa (who), apa (what), dimana (where), berapa (how many) dan seberapa besar (how much).

Sementara itu, Stake (2005) menyatakan bahwa penelitian studi kasus bertujuan untuk mengungkapkan kekhasan atau keunikan karakteristik yang terdapat di dalam kasus yang diteliti. Kasus itu sendiri merupakan penyebab dilakukannya penelitian studi kasus, oleh karena itu, tujuan dan fokus utama dari penelitian studi kasus adalah pada kasus yang menjadi obyek penelitian. Untuk itu, segala sesuatu yang berkaitan dengan kasus, seperti sifat alamiah kasus, kegiatan, fungsi, kesejarahan, kondisi lingkungan fisik kasus, dan berbagai hal lain yang berkaitan dan mempengaruhi kasus harus diteliti, agar tujuan untuk menjelaskan dan memahami keberadaan kasus tersebut dapat tercapai secara menyeluruh dan komprehensif.


Secara khusus, berkaitan dengan karakteristik kasus sebagai obyek penelitian, VanWynsberghe dan Khan (2007) menjelaskan bahwa tujuan penelitian studi kasus adalah untuk memberikan kepada pembaca laporannya tentang ‘rasanya berada dan terlibat di dalam suatu kejadian’, dengan menyediakan secara sangat terperinci analisis kontekstual tentang kejadian tersebut. Untuk itu, peneliti studi kasus harus secara hati-hati menggambarkan kejadian tersebut dengan memberikan pengertian dan hal-hal yang lainnya dan menguraikan kekhususan dari kejadian tersebut. Untuk lebih jelasnya, perhatikan kutipan berikut ini:


Case studies aim to give the reader a sense of “being there” by providing a highly detailed, contextualized analysis of an “an instance in action”. The researcher carefully delineates the “instance,” defining it in general terms and teasing out its particularities (VanWynsberghe dan Khan, 2007, 4).

Sementara itu, Doodley (2005) menyatakan bahwa penelitian studi kasus merupakan metoda penelitian yang mampu membawa pemahaman tentang isu yang kompleks dan dapat memperkuat pemahaman tentang pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya. Kelebihan dari metoda penelitian studi kasus adalah pada kemampuannya untuk mengungkapkan kehidupan nyata yang kontemporer, situasi kemanusiaan, dan pandangan umum melalui tentang suatu kasus, melalui laporan-laporan penelitinya. Hasil penelitian studi kasus dapat menghubungkan secara langsung antara pengalaman pembacanya yang awam dengan kasus terlihat sangat kompleks, dan memfasilitasi pemahaman tentang situasi keadaan nyata yang kompleks tersebut untuk lebih mudah dipahami oleh mereka. Untuk lebih jelasnya, perhatikan kutipan-kutipan berikut ini:


Case study research is one method that excels at bringing us to an understanding of a complex issue and can add strength to what is already known through previous research (Dooley, 2005, 335).

The advantages of the case study method are its applicability to reallife, contemporary, human situations and its public accessibility through written reports. Case study results relate directly to the common reader’s everyday experience and facilitate an understanding of complex real-life situations
(Dooley, 2005, 344).

Secara filosofis, berkaitan dengan kasus sebagai obyek yang memiliki kekhususan, Flyvbjerg (2006) menjelaskan bahwa penelitian studi kasus adalah penelitian yang sangat ideal untuk membuktikan filosofi Karl Popper tentang fasifikasionisme, yang menyatakan perlunya pandangan kritis terhadap setiap fenomena dan kejadian. Penganut faham fasifikasionisme itu sendiri selalu melihat fenomena sosial secara kritis, dengan berupaya mengungkapkan kesalahan-kesalahan yang berada dibaliknya, sebagai masukan untuk perbaikan dan penyempurnaan selanjutnya. Penelitian studi kasus dapat menyediakan kasus-kasus yang dapat menunjukkan kesalahan atau ketidaksempurnaan, sebagai masukan untuk tindakan berikutnya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan kutipan berikut ini:

The case study is ideal for generalizing using the type of test that Karl Popper called “falsification,” which in social science forms part of critical reflexivity. Falsification is one of the most rigorous tests to which a scientific proposition can be subjected: If just one observation does not fit with the proposition, it is considered not valid generally and must therefore be either revised or rejected (Flyvbjerg, 2006, 225).

Pada akhirnya, menurut Lincoln dan Guba (1985), penelitian studi kasus adalah penelitian yang berupaya untuk mengungkapkan berbagai pelajaran yang berharga (best learning practices) yang diperoleh dari pemahaman terhadap kasus yang diteliti. Pelajaran tersebut meliputi tentang bagaimana masalah kasus yang sebnarnya; bagaimana kaitan kasus dengan konteks lingkungan dan bidang keilmuannya; apa teori yang terkait dengannya; apa dan bagaimana keterkaitan isu (unit analisis) yang ada di dalamnya; dan akhirnya apa pelajaran yang dapat diambil untuk memperbaiki dan menyempurnakan langkah kehidupan manusia ke depan.

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. coba dikasih daftar pustakanya,pasti jauh lebih bermanfaat lagi.

    BalasHapus